Selasa, 20 Juli 2010

Penentuan Arah Kiblat sudah ada sejak zaman dulu di Masjid Kudus


Ditentukan lewat Bayangan Tiang Pancang :

Pergeseran arah kiblat dari barat menjadi barat laut menjadi perbincangan hangat. Masjid dan mushola tidak harus dirombak, hanya disesuaikan shafnya. Akibat gempa bumi?

AWALNYA kiblat adalah barat. Fatwa MUI No 3 tahun 2010 tentang Kiblat itu di antaranya menyebutkan bahwa letak geografis Indonesia berada di bagian timur Kakbah/Makkah, maka kiblat umat Islam Indonesia adalah menghadap barat.

Fatwa tersebut kemudian direvisi karena didapati bahwa letak Indonesia tidak persis di arah timur Kakbah, tetapi agak ke selatan. Karena itu, arah Kakbah adalah barat laut. Ada teknik sederhana untuk menentukan arah kiblat, selain memakai peralatan canggih. Yakni dengan metode Rosydul Qiblat, dengan cara menegakkan tiang pancang tinggi di depan masjid.

Bayangan dari tiang pancang yang ada di sebelah timur itu dalam ilmu falaq dipastikan tepat lurus dengan Kakbah di Makkah sebagai episentrum arah kiblat masjid di seluruh dunia. Tentu saja metode itu tidak bisa dalam sembarang waktu. Tetapi berpatokan pada posisi matahari tepat di atas Kakbah.

Menentukan arah kiblat yang pas atau Rosydul Qiblat, bisa didapati pada Almanak Menara Kudus yang sejak dahulu telah memublikasikan. Tradisi falak atau astronomi di Kudus sudah berlangsung sejak era Sunan Kudus Raden Dja’far Shadiq. Masjid Al Aqsha atau dikenal masyarakat dengan sebutan Masjid Menara Kudus adalah salah buktinya.

Masjid yang dibangun Sunan Kudus pada 10 Muharram 956 H atau 17 Februari 1549 diyakini arah kiblatnya telah sesuai dengan letak Kakbah di Makkah, tetapi pada waktu berikutnya terjadi pergeseran arah kiblat dari posisi awal.

Kisah itu terjadi ketika pada tahun 1950-an, KH Turaichan Adjhuri mengusulkan pelurusan arah kiblat Masjid Menara kepada KH Asnawi. ”Mbah Asnawi sempat kaget, tetapi setelah dijelaskan oleh Abah saya, akhirnya mafhum, bahwa arah kiblatnya bergeser,” jelas KH Khoiruzzad Adjhuri, putra KH Turaichan Adjhuri Es Syarofi ini. Pasalnya, menurut Mbah Asnawi, masjid yang dibangun adalah Sunan Kudus tentunya sudah memperhitungkan arah kiblat.

Dalam berbagai cerita, Sunan Kudus memang dikisahkan adalah seorang yang ahli ilmu agama, termasuk ilmu falak. Bahkan Sunan Kudus menyandang sebutan sebagai Waliyul Ilmi, salah seorang Wali dari gugusan Wali Songo yang mempunyai kepintaran dalam berbagai hal.

Tradisi falakiyah Sunan Kudus diteruskan oleh KH Turaichan Adjhuri Es Syarofi. Beliau ahli dalam ilmu falak yang diakui oleh dunia internasional. Maka, dalam penentuan arah kiblat oleh Sunan Kudus, maupun usulan pelurusan oleh Kiai Turaichan tidak menggunakan alat modern seperti theodolit karena belum ada, tetapi dengan perhitungan dengan perangkat ilmu falak.

Pak Zad, panggilannya akrabnya, menilai usulan Mbah Turaichan bukan bermakna penyalahan kepada perhitungan Sunan Kudus terhadap arah kiblat Masjid Menara. Tetapi lebih pada pemaparan baru terkait faktor-faktor yang memengaruhi pergeseran arah kiblat. ”Ada banyak hal yang membuat bergeser, di antaranya gempa bumi, perkembangan dan pergeseran tanah,” terang kiai sepuh di Kudus itu.

Posisi Mbah Turaichan ketika muda itu, lanjutnya, tidak membenarkan atau menyalahkan, tetapi memberikan informasi sesuai bidang keilmuannya. ”Ini yang perlu dipahami masyarakat agar tak terjadi salah kaprah tentang kisah Abah,” tandas dia.

Namun tidak perlu memugar masjid karena menelan biaya besar. Dia menyarankan untuk mengarahkan diri ketika shalat agak ke kanan atau barat. ”Kalau jadi imam di Masjid Menara arah shalat saya agak condong ke barat,” tuturnya.

Masjid Agung Solo :

Arah kiblat Masjid Agung Surakarta juga bergeser. Pengukurannya dilakukan Tim Ahli Hisab dan Rukyat Kanwil Kementerian Agama Jateng pada awal 2008. Hasilnya, arah kiblat masjid bersejarah di Kota Bengawan melenceng 10 derajat ke kanan.

Meski begitu, belum ada tanda-tanda untuk menyesuaikan arah yang telah ditentukan. Hingga saat ini, para jamaah masih menggunakan garis atau shaf yang lama. Di tempat pengimaman pun, belum diubah arah kiblatnya.

Menurut Sekretaris Masjid Agung Surakarta Ir H Abdul Basid, pihaknya belum berani mengubah arah kiblat yang lama. Sebab, sertifikat hasil pengukuran arah kiblat oleh Kanwil Kementerian Agama Jateng belum diterima. ”Kami belum menerima sertifikat keterangan. Sehingga belum berani untuk mengubah arah karena tidak ada dasarnya. Kalau tidak punya dasar, lantas mengubah justru akan salah,” katanya usai menjalani shalat Jumat.

Sebenarnya, setelah pengukuran awal 2008 lalu, Kantor Kementerian Agama Kota Surakarta telah memberi tanda arah kiblat yang baru. Bentuknya berupa lakban yang dipasang sesuai shaf. Namun, belakangan tanda itu sudah tidak ada lagi entah ke mana.

Takmir Masjid, ujar Basid, pernah meminta sertifikat ke Kanwil Jateng beberapa bulan lalu, namun tidak menuai hasil. ”Katanya sudah diserahkan ke Kantor Solo (Kementerian Agama Solo). Setelah kami minta, ternyata sertifikatnya hancur diterjang banjir dan tidak bisa dibaca lagi,” ungkap pria berkacamata tersebut.

Seandainya sertifikat yang dinantikan keluar, pengurus masjid tidak akan membongkar bangunan tempat ibadah tersebut.

Sebab, bangunan itu merupakan salah satu cagar budaya yang harus dilestarikan. Pembetulan arah kiblat masjid di Kabupaten Purworejo sudah mulai dilakukan. Tidak hanya menggunakan alat teknologi modern, tetapi juga menggunakan metode klasik ilmu falaq berupa Rosydul Qiblat.

Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Purworejo Drs H Khozin Sukardi menyebutkan, setelah ada pemberitahuan dari Kantor Wilayah Kemenag Jawa Tengah, pihaknya langsung mengirimkan surat edaran ke KUA agar mengoordinasikan pembetulan arah kiblat. Termasuk juga mengumumkan surat edaran tersebut melalui siaran radio.

Lebih lanjut dijelaskan, pada Jumat (16/7) pukul 16.26.44 merupakan waktu yang tepat matahari persis di atas Kakbah. Kemenag Kabupaten Purworejo menginstruksikan agar pengurus masjid di seluruh Kabupaten Purworejo agar pada jam tersebut dilakukan pembetulan arah kiblat dengan menggunakan metode klasik tersebut.

Sagino, takmir Masjid Agung Al Izhar Kutoarjo yang merupakan salah satu masjid sentral mengungkapkan, masjid yang dibangun tahun 1887 itu sudah beberapa kali mengalami perubahan arah kiblat. “Awalnya persis di tempat pengimaman. Tapi sekarang sudah bergeser ke utara sekitar tiga meter dengan arah condong ke barat laut,” katanya.

Dia menyebutkan, selama menjadi takmir sudah terjadi tiga kali perubahan arah kiblat. Pertama tahun 1984 yang dibenahi oleh Depag. Selanjutnya tahun 1997 dan terakhir tahun 2009. “Katanya hari ini (kemarin-red) mau diperbaiki lagi karena rotasi matahari bergeser,” katanya. (Zakki Amali, Arif M Iqbal, Nur Kholiq-41)

Narasumber: Suara Merdeka Cyber News

____________________________________________________________________
-------------------------------------------------------------------------------------------------

"Sesungguhnya Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan." (QS. 2:144)

Sebagaimana telah diterangkan dalam riwayat tentang sebab turunnya ayat tersebut di atas, Nabi Muhammad saw. ingin sekali supaya kiblat itu ditetapkan Allah ke arah Kakbah, oleh sebab itu beliau sering menengadahkan mukanya ke langit menantikan wahyu yang akan memerintahkan perpindahan kiblat itu. Maka turunlah ayat ini menetapkan perpindahan kiblat tersebut dari Baitul Maqdis ke Ka'bah. Di sini disebutkan arah Masjidil Haram, bukan Kakbah sebagai isyarat yang membolehkan kita menghadap "ke arah Kakbah" pada waktu salat apabila Kakbah itu jauh letaknya dari kita dan tidak dapat dilihat.

Jadi tidak diwajibkan menghadap kepada bangunan Kakbah itu sendiri, kecuali orang-orang yang dapat melihatnya. Dengan demikian maka seluruh kaum muslimin di berbagai penjuru bumi wajib menghadap "ke arah Kakbah" dalam salat dan untuk melaksanakan tugas itu mereka pun diwajibkan (wajib kifayah) mengetahui ilmu bumi sekedar untuk mengetahui arah kiblat dalam salat, dan sebagaimana mereka sebaiknya mengetahui ilmu falak untuk mengetahui jadwal waktu salat.

Pemindahan kiblat ke Kakbah itu adalah ketetapan yang benar dari Allah, tetapi mereka itu membantah kebenaran ini, bahkan mereka menimbulkan fitnah dan menyebarkan keragu-raguan di antara orang-orang Islam yang lemah imannya.

Sabtu, 03 Juli 2010

SATU-SATUNYA CARA MEMPERBAIKI KEMEROSOTAN KAUM MUSLIMIN


Kita sering berpendapat bahwa jika kita tidak konsekuen dengan ajakan kita dan kita merasa kita bukan ahlinya, maka tidak selayaknya kita menasehati orang lain. Ini adalah tipu daya yang sangat nyata. Jika kita menunaikan suatu tugas dan tugas itu adalah perintah Allah swt., maka kita tidak boleh mundur sedikitpun. Kita hendaknya memulai kerja ini dengan kepahaman bahwa ini adalah perintah Allah swt., InsyaAllah, usaha dan kesungguhan yang kita lakukan akan membawa kemajuan, kekuatan, dan istiqamah. Hendaknya kita kerjakan terus menerus sehingga kita akan mendapatkan kedekatan dengan Allah swt., Dan sesuatu yang mustahil jika kita berusaha dengan sungguh-sungguh untuk melaksanakan perintah Allah swt., lalu Allah swt. tidak memandang kita dengan pandangan rahmat-Nya. Ungkapan tersebut dikuatkan dengan hadits berikut:

Dari Anas ra., ia berkata, kami bertanya,"Ya Rasulullah, kami tidak akan menyuruh orang lain untuk berbuat baik sebelum kami sendiri mengamalkan semua kebaikan dan kami akan tidak akan mencegah kemungkaran sebelum kami meninggalkan kemungkaran." Maka Nabi saw. bersabda,"Tidak, bahkan serulah kepada kebaikan meskipun kalian belum mengamalkan semuanya, dan cegahlah dari kemungkaran, meskipun kalian belum meninggalkan semuanya" (Thabrani)
Kita menganggap bahwa kewajiban amar ma'ruf nahi munkar hanyalah tanggung jawab alim ulama. Padahal, yang dituju oleh Allah di dalam Al-Qur'an adalah secara umum mutlak kepada setiap umat Muhammad saw. Dan kehidupan para sahabat r.hum dalam masa Khairul-Qurun (generasi terbaik) adalah bukti yang adil atas kewajiban tersebut. Hanya mengkhususkan tanggung jawab dakwah dan amar ma'ruf nahi munkar ke alim ulama, lalu meninggalkannya dan hanya mengharap dan mengandalkan mereka saja dalam tugas ini merupakan kebodohan yang parah. Tugas alim ulama adalah menyampaikan yang hak dan menunjukkan jalan yang lurus. Sedangkan menggerakkan hamba-hamba Allah agar mengamalkan dan berjalan sesuai petunjuk merupakan tugas bagi orang-orang selain mereka. Ini sesuai dengan hadits:
"Sesungguhnya kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan ditanya tentang kepemimpinannya. Raja ialah pemimpin rakyatnya dan akan ditanya tentang keluarga yang dipimpinnya. Istri adalah pemimpin di rumah suami dan anak-anaknya. Ia akan ditanya tentang rumah tangganya. Dan hamba sahaya adalah pemimpin atas harta majikannya. Ia akan ditanya tentang tanggung jawabnya. Singkatnya adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan ditanya atas kepemimpinannya," (Bukhari, Muslim)
"Rasulullah saw. bersabda,"Agama adalah nasihat." Kami (para sahabat) bertanya, "Bagi siapa?" Beliau bersabda, "Bagi Allah, bagi Rasulullah, dan bagi pemimpin-pemimpin umat islam dan orang awamnya." (Muslim)
Walaupun seandainya dapat diterima bahwa kerja ini memang tugas ulama, dalam keadaan darurat dan situasi yang sangat kritis ini setiap orang dituntut untuk terjun dalam kerja ini dan bersedia meninggikan kalimat Allah serta menjaga agama yang kokoh ini.
"Jika kalian membantu agama Allah, pasti Allah akan membantu kalian. Dan Allah akan menegakkan kaki-kaki kalian (di depan musuh kalian)." (QS. Muhammad: 7)
Mesti kita kita pahami bahwa penyakit kita yang sebenarnya adalah penyakit rohani, karena ruh Islam dan hakikat iman pada diri kita sudah melemah, semangat Islam yang kita miliki telah punah, dan kekuatan iman pun telah hilang. Jika yang asas telah melemah, maka semua kebaikan dan kebenaran tentu akan berkurang. Segala kelemahan dan kekurangan tersebut bersumber dari ditinggalkannya sesuatu yang paling pokok yang menjadi tumpuan kelangsungan seluruh bagian agama, yang ditegakkan amar ma'ruf nahi munkar. Kenyataan menunjukkan bahwa suatu kaum tidak akan sukses jika setiap anggota dari kaum tersebut tidak berjalan dengan kebaikan dan kesempurnaan agamanya.
Adapun cara perbaikan kita hanyalah dengan menegakkan kewajiban dakwah dan tabligh yang akan menguatkan iman kita dan membangkitkan semangat Islam pada diri kita. Kita menyeru manusia kepada Allah swt. dan Rasul-Nya dengan mengedepankan segala perintah-Nya.